SELAMAT DATANG, SELAMAT MEMBACA DAN MENIKMATI, KRITIK DAN SARAN TAK LUPA SAYA NANTIKAN Desember 2010 ~ Alfaien Bahruel

Senin, 27 Desember 2010

Teologi Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Sejarah mencatat bahawa di kalangan umat Islam bermula dari abad-abad permulaan (mulai dari masa khalifah sayyidina Ali ibn Abi Thalib) sehinggalah sekarang terdapat banyak firqah (golongan) dalam masalah aqidah yang saling bertentangan di antara satu sama lain. Ini fakta yang tidak dapat dibantah. Bahkan dengan tegas dan jelas Rasulullah telah menjelaskan bahawa umatnya akan berpecah menjadi 73 golongan. Nabi Muhammad SAW bersabda , maknanya: “ Dan sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud). Semua ini sudah tentunya dengan kehendak Allah dengan berbagai hikmah tersendiri, walaupun tidak kita ketahui secara pasti. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Namun Rasulullah juga telah menjelaskan jalan selamat yang harus kita ikuti dan panuti agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Iaitu dengan mengikuti apa yang diyakini oleh al-Jama’ah; mayoriti umat Islam. Karena Allah telah menjanjikan kepada Rasul-Nya,  Nabi Muhammad, bahawa umatnya tidak akan tersesat selama mana mereka berpegang teguh kepada apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan menyatukan mereka dalam kesesatan. Kesesatan akan menimpa mereka yang menyimpang dan memisahkan diri dari keyakinan majoriti.
Mayoritas umat Muhammad dari dulu sampai sekarang adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam Ushul al-I’tiqad (dasar-dasar aqidah); iaitu Ushul al-Iman al-Sittah (dasar-dasar iman yang enam) yang disabdakan Rasulullah dalam hadith Jibril uang bermaksud : “Iman adalah engkau mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir serta Qadar (ketentuan Allah); yang baik maupun buruk”. (H.R. al Bukhari dan Muslim).
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang apa itu aliran ahlussunnah wal jamaah dan apakah prinsip-prinsip yang diterapkan oleh golongan ini. Kemudian kami juga membahas pergerakan modern islam pada zaman itu. Semoga apa yang kami bahas ini nantinya dapat bermanfaat untuk pembaca.


1.2 Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah yang kami ambil adalah:
1. Apakah ahlussunnah wal jamaah itu?
2. Bagaimana prinsip-prinsip ahlussunnah wal jamaah itu?
3. Apa yang dimaksud dengan aqidah ahlussunnah wal jamaah itu?
4. Apa sifat khas dari Ahlussunnah wal jama’ah?

1.3 Tujuan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami ahlussunnah wal jamaah.
2. Mengetahui prinsip-prinsip ahlussunnah wal jamaah.
3. Mengetahui ajaran-ajaran dari ahlussunnah wal jamaah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Ahlussunnah wal jamaah
Al-Jama’ah dan pengertiannya sebagai mayoritas umat Muhammad yang tidak lain adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang bermaksud: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian mengikuti orang-orang yang datang setelah mereka, kemudian mengikuti yang datang setelah mereka“. Dan termasuk rangkaian hadits ini: “Tetaplah bersama al-Jama’ah dan jauhi perpecahan karena syaitan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (syaitan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di syurga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama’ah”. (H.R. at-Tirmidzi; berkata hadith ini Hasan Shahih juga hadith ini dishahihkan oleh al-Hakim).
Ahlisunnah wal jama’ah adalah golongan yang telah Rasulullah janjikan akan selamat diantara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpuh pada ittiba’us sunnah (mengikuti as Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik masalah aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlaq dan selalu menyertai kaum muslimin (Al-atsari. 2006 : 9).
Berdasarkan dengan paham qodariyah yang dianut kaum Mu’tazilah dan yagn menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berfikir, kemauan dan perbuatan pemuka-pemuka mu’tazilahmemakai kekerasan dalam usaha menyiarkan ajaran-ajaran mereka. Ajaran yang ditonjolkan ialah paham bahwa Al-Quran tidak bersifat qadim, tapi diciptakan. Paham adanya yang qadim disamping tuhan bagi kaum Mu’tazilah seperti dijelaskan sebelumnya, tetapi menduakan tuhan. Menduakan tuhan adalah syirik dan syirik adalah dosa yang terbesar dan tidak dapat diampuni oleh tumbuhan (Nasution, 2008).
Denagn demikian, definisi Ahlussunnah wal Jama’ah tidak keluar dari definisi salaf. Sebagaimana telah diungkapkan bahwa salaf ialah mereka yang mengamalkanAl-Qur’an dan berpegang teguh pada As-sunnah. Jadi, salaf adalah Ahlisunnah yang dimaksud oleh nabi, sedangkan Ahlussunnah ialah Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka(Al-Atsari.  2006 : 9).
Inilah pengertian yang lebih khusus darimAhlissunnah wal Jama’ah. Maka tidak termasuk dalam makana ini semua golongan ahli bid’ah dan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, seperti khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu’tajilah, Murji’ah, syiah dll dari ahli bid’ah yang meniru jalan mereka(Al-Atsari. 2006 : 9).
Dengan demikian aqidah ahli sunnah wal jama’ah sudah ada sebelum ALLAH menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau kelompok-kelompok sempalan.
Jika kita menggunakan istilah Ahlissunnah wal Jama’ah secara umum, istilah tersebut merupakan lawan dari kata Syiah karena bermakna sunni, yang berarti menerima sahabat secara totslitas. Secara khusus Ahlissunnah wal jama’ah menunjuk kepada siapa saja yang mengikuti rasulullah saw. Mereka yang termasuk Ahlussunnah wal jama’ah adalah yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW melalui pemahaman para sahabat. Sehingga sebagai konsekuensinya, kaum Khawarij, Syiah, Murji’ah, Qodariyah, dan jahmiyyah tidak masuk kedalamnya.
Al-Jama’ah dalam hadith ini tidak boleh diertikan dengan orang yang selalu melaksanakan solat dengan berjama’ah, jama’ah masjid tertentu. Konteks pembicaraan hadith ini jelas mengisyaratkan bahwa yang dimaksud al-Jama’ah adalah majoriti umat Muhammad dari sisi jumlah(‘adad). Penafsiran ini diperkuatkan juga oleh hadith yang dinyatakan di awal pembahasan. Iaitu hadith riwayat Abu Daud yang merupakan hadith Shahih Masyhur, diriwayatkan oleh lebih dari 10 orang sahabat. Hadith ini memberi kesaksian akan kebenaran majoriti umat Muhammad bukan kesesatan firqah-firqah yang menyimpang. Jumlah pengikut firqah-firqah yang menyimpang ini, jika dibandingkan dengan pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah sangatlah sedikit.  Seterusnya di kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah terdapat istilah yang popular iaitu “ulama salaf”. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dari kalangan Ahlusssunnah Wal Jama’ah yang hidup pada 3 abad pertama hijriyah sebagaimana sabda nabi yang maknanya: “Sebaik-baik abad adalah abadku kemudian abad setelah mereka kemudian abad setelah mereka” (H.R. Tirmidzi).
Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mula tercetus bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lain-lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat fahaman atau mazhab baru. Kemudian muncullah dua imam muktabar pembela Aqidah Ahlussunnah Yaitu Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Allah meridhai keduanya–menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat Nabi Muhammad dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nas-nas al-Quran dan Hadith) dan dalil-dalil aqli (argumentasi rasional) disertaikan dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) golongan Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij dan ahli bid’ah lainnya.
Disebabkan inilah Ahlussunnah dinisbahkan kepada keduanya. Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenali dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut Imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi). Hal ini menunjukkan bahawa mereka adalah satu golongan iaitu al-Jama’ah. Kerana sebenarnya jalan yang ditempuhi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu. Adapun perbezaan yang terjadi di antara keduanya hanyalah pada sebahagian masalah-masalah furu’ (cabang) aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling berhujah dan berdebat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya terlepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah). Perbedaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti perselisihan yang terjadi di antara para sahabat nabi, tentang  adakah Rasulullah melihat Allah pada saat Mi’raj? Sebahagian sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahawa Rasulullah tidak melihat Tuhannya ketika Mi’raj. Sedangkan Abdullah ibn ‘Abbas mengatakan bahawa Rasulullah melihat Allah dengan hatinya. Allah memberi kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad atau membuka hijab sehingga dapat melihat Allah. Namun demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap bersama atau bersefahaman dan sehaluan dalam dasar-dasar aqidah. Al-Hafiz Murtadha az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:“Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “.

2.2 Aqidah ahlussunnah wal jamaah
Aqidah Islam adalah aqidah yang mudah dan jelas, sejelas matahari di tengah hari. Tidak ada kekaburan, kerumitan, kerancuan, maupun kebengkokan di dalamnya. Karena, lafazh-lafazhnya begitu jelas dan maknamaknanya demikian terang, sehingga bisa dipahami oleh orang berilmu maupun orang awam, anak kecil maupun orang tua. Karena Rasulullah membawakannya dalam kondisi yang putih bersih, malam harinya seperti siang harinya. Tidak ada yang menyimpang darinya selain orang yang binasa. Salah satu contoh kejelasannya adalah sebuah kitab yang sangat populer di dalam Hadis tentang Jibril.6 Hadis ini memaparkan pokok-pokok ajaran Islam dengan sangat mudah, ringan, jelas dan terang. Dalil-dalil lain seperti itu sangat banyak jumlahnya. Begitu pasti, nyata, dan jelas. Maknanya merasuk ke dalam pemahaman dengan penglihatan awal dan pandangan pertama. Semua orang bisa memahaminya. Karena dalil-dalilAl- Qur’an dan As-Sunnah bagaikan makanan yang dimanfaatkan oleh setiap manusia, bahkan seperti air yang bermanfaat bagi anak-anak, bayi, orang yang kuat maupun orang yang lemah.
Ciri aqidah Ahlussunnah harus dicari pada aqidah yang berbeda dengan aqidah golongan lain, terutama aliran Mu’azilah, bukan dalam aqidah-aqidah yang sama, sebagaimana yang akan disebutkan berikut ini, meskipun sepintas lalu, karena penguraiannya yang lebih lanjut dapat dilihat dalam buku Theologi Islam (Hanafi, 1995).
Dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah demikian nikmat dan jelas, sehingga bisa memuaskan dan menenangkan jiwa, serta menanamkan keyakinan yang benar dan tegas di dalam hati. Tidakkah anda memikirkan bahwa yang mampu memulai pasti lebih mampu untuk mengembalikan lagi.Aqidah yang sebenar dan diyakini oleh para ulama salaf yang soleh adalah aqidah yang diyakini oleh al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Kerana sebenarnya keduanya hanyalah merumuskan serta membuat ringkasan yang mudah (method) dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat. Aqidah Ahlusssunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).
Aqidah ini diajarkan di pondok-pondok Ahlussunnah di negara kita Malaysia,Indonesia,Thailand dan lain-lainnya.Dan Alhamdulillah, aqidah ini juga diyakini oleh ratusan juta kaum muslimin di seluruh dunia seperti Brunei, India, Pakistan, Mesir (terutama al-Azhar), negara-negara Syam (Syria, Jordan, Lubnan dan Palestin), Maghribi,Yaman, Iraq, Turki, Chechnya, Afghanistan dan banyak lagi di negara-negara lainnya.
Secara garis besar aqidah asy’ari yang juga merupakan aqidah ahlussunnah wal jama’ah adalah meyakini bahwa Allah ta’ala maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, Allah bukanlah benda yang boleh digambarkan, dan juga bukan benda yang berbentuk dan berukuran. Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhluk-Nya (laysa kamitslihi syai’). Allah ada dan tidak ada permulaan atau penghabisan bagi kewujudan-Nya, Allah maha kuasa dan tidak ada yang melemahkan-Nya, serta Allah tidak diliputi arah. Allah ada sebelum menciptakan tempat tanpa tempat, Allah wujud setelah menciptakan tempat dan tanpa bertempat. tidak boleh ditanyakan tentangnya bila, dimana dan bagaimana ada-Nya. Allah ada tanpa terikat oleh masa dan tempat. Maha suci Allah dari bentuk (batasan), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar dan anggota badan yang kecil. Allah tidak diliputi satu arah atau enam arah penjuru. Allah tidak seperti makhluk-Nya. Allah maha suci dari duduk, bersentuhan, bersemayam, menyatu dengan makhluk-Nya, berpindah-pindah dan sifat-sifat makhluk lainnya. Allah tidak terjangkau oleh fikiran dan tidak terbayang dalam ingatan, kerana apapun yang terbayang dalam benakmu maka Allah tidak seperti itu. Allah maha hidup, maha mengetahui, maha kuasa, maha mendengar dan maha melihat. Allah berbicara dengan kalam-Nya yang azali sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain juga azali, kerana Allah berbeza dengan semua makhluk-Nya dalam dzat, sifat dan perbuatan-Nya. Barang siapa menyifati Allah dengan sifat makhluknya sungguh dia telah kafir. Allah yang telah menciptakan makhluk dan perbuatan-perbuatan-Nya, Alah juga yang menentukan rezeki dan ajal mereka. Tidak ada yang boleh menolak ketentuan-Nya dan tidak ada yang boleh menghalangi pemberian-Nya. Allah berbuat dalam kerajaan-Nya ini apa yang Allah kehendaki. Allah tidak ditanya perihal perbuatan-Nya melainkan hamba-Nyalah yang akan diminta dipertanggungjawakan atas segala perbuatan-Nya. Apa yang Allah kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Allah bersifat dengan kesempurnaan yang pantas bagi-Nya dan Allah maha suci dari segala bentuk kekurangan. Nabi Muhammad adalah penutup para nabi dan penghulu para rasul. Nabi Muhammad diutuskan oleh Allah ke muka bumi ini untuk semua penduduk bumi, jin maupun manusia. Nabi Muhammad jujur dalam setiap apa yang disampaikannya.

2.3 Keutamaan Ahlusunnah Wal Jamaah
            Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciricirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnya kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan di antara nama-namanya adalah: Al-firqatun Najiyah (golongan yang selamat); Ath thaaifatul Manshurah (golongan yang ditolong) dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yang artinya adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya golongan ini adalah golongan yang selamat dari api neraka, sebagaimana yang telah dikecualikan oleh Rasulullah ketika menyebutkan golongan-golongan yang ada pada umatnya dengan sabdanya: “seluruhnya di neraka kecuali satu”. Yakni yang tidak masuk ke dalam neraka ada satu.
2. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh assabiqunal awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaimana disabdakan Rasulullah . “Mereka itu adalah orang-orang yang berjalan di atas apa yang aku dan sahabatku jalani hari ini”.
3. Bahwasanya pengikut kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya dalam dua hal penting: pertama, berpegang teguhnya mereka terhadap Assunnah sehingga mereka disebut sebagai pengikut Sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapat, hawa nafsu, dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbahkan kepada bid’ah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al Qadariyah dan Al Murji’ah, atau dinisbatkan kepada para imamnya seperti Al Jahmiyah, atau dinisbatkan kepada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar Rafidhah dan Al Khawarij. Adapun perbedaan yang kedua adalah: bahwasanya mereka itu Ahlul Jamaah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.
4. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat, karena gigihnya mereka dala menolong agama Allah, maka Allah menolong mereka.
             Sesuai dengan kedudukan aliran Asy’ariyah sebagi aliran yang terbesar dan yang masih tetap dipeluk sampai sekaranng oleh sebagian besar kaummuslimin, maka alir maka aliran ini kami bicarakan agak meluas, mulai dari suasana lahirnya, sebab berdirinya, pendiriannya, dan tokoh-tokohnya yang kemudian, terutama al-Ghazali, perkembangannya sepeninggal pendirinya, tertaliannya dengan sebuah ahlussunnah Wal Jamaah, aqidah aliran ini dan akhirnya perluasan arti sebutan tersebut (Hanafi, 2003).


2.4 Prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal Jamaah
Sesungguhnya Ahlus Sunnah Wal Jamaah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam I’tiqad, amal maupun perilakunya, seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu ummat dari kalangan sahabat, tabi’in dan pengikut mereka yang setia. Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut:
1.    Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasulrasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik danburuknya.
2.   Bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (pengetahuan) dan meyakini tanpa ikrar dan amal. Sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran.
3.    Bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain kemusyrikan dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir, misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila ia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah.
4.   wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat. Apabila mereka memerintahkan berbuat maksiat di kala itu kita dilarang untuk mentaatinya namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya.
5.   Haramnya memberontak terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah SAW tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.
6.   Bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul SAW.  Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khatab, ‘Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib ra. Barangsiapa yang mencela salah satu di antara mereka, maka dia lebih sesat dari pada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atas kekhalifahan mereka.
7.   Mencintai ahlul bait. Sedang yang termasuk ahli bait (keluarga) beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’minin.
8.   Membenarkan adanya karamah para wali, yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
9.   Bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW baik secara lahir maupun batin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Khulafaurrasyidin.
Adapun tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
Tauhid Uluhiyah artinya: mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan
itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah, apabila memang hal itu disyariatkan oleh-Nya, seperti: berdo’a, takut, berharap, cinta, penyembelihan, nadzar, isti'anah, istighatsah, minta perlindungan, shalat, puasa, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyariatkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali, maupun yang lainnya.
Sedangkan makna tauhid Al Asma’ Washshifat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan atas Diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikannya dari segala cela dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtsil (perumpamaan), tanpa tasybih (penyerupaan), dan tahrif (penyelewengan), ta’thil (penafian), dan tanpa Takwil.
Iman kepada para Malaikat-Nya: Yakni membenarkan adanya para malaikat, dan bahwasanya mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah menciptakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini.

2.5 Sifat dan karakter khusus Ahlussunnah wal jama’ah
      1. Mereka adalah pemegang tali ALLAH
                  Sifat yang paling penting dari Ahli Sunnah wal jama’ah adalah mereka berpegang teguh hanmya pada Al-qur’an dan As-Sunnah. Mereka menggunakan keduanya dalam argument, dan diskusi tanpa kompromi.
      2. Mereka adalah suri tauladan yang baik dan penuntun ke jalan yang benar
                  Kita dapat melihat dari banyaknya pernyataan dari sahabat, tabi’in yang menyebut bahwa rahmat terbesar menjadi milik Ahlussunnah wal Jama’ah serta pernyataan bahwa mengikuti ulama’ dari Ahli Sunnah adalah jalan menuju sukses dan selamat dihari kemudian (hari akhir).
3. Mereka tidak menyebutkan dirinya dengan nama lain selain yang digunakan oleh Salafus shalih
Ahlussunnah wal Jama’ah tidak membuat perubahan atau pembaruan dalam persoalan apapun. Mereka selalu mengembalikan persoalan kepada dalil-dalil islam, termassuk dalam pemilihan gelar dan nama.
4. Mereka selalu mengikuyi as-Sunnah dan tidak mengikuti Bid’ah
             Diriowayatkan dalam kitab ash-Sarh wal ibaanat bahwa Al-fudhail bin iyaad berkata “Aku pernah bertemu dan bersama dengan seluruh orang-orang terbaik. Mereka dara Ahlisunnah dan mereka semua melarang kita mengikuti bid’ah.
     Jadi, karakter ahli sunnah wal Jama’ah adalah mereka meyakini bahwa cukup bagi mereka mengikuti as-sunnahtanpa harus menambahkan perkataan dan amalan baru ke dalam bid’ah dan mengingatkan umat untuk melawan para pengikut bid’ah.
5. Mereka adalah al-Ghurabaa’
              Orang-orang ahlussunnah tidak mengajak kepada persatuan dengan siapa saja yang batil dan menyimpang, karena mereka berada pada pihak yang benar. Mereka mengajak agar kita berpegang teguh pada tali agama ALLAH, karena itulah menyebabkan persatuan. Sementara ahli batil dan bid’ah akan bersatu-satu sama lain karena mereka tidak mengetahui kebenaran. Kebenaran adalah tetap kebenaran, meskipun hanya satu orang saja yang memegangnya.
6. Mereka selalu membangkitkan semangat jihad dan mengajak kepada kebaikan serta melarang kejahatan.
7. Mereka adalah Ahlul hadis, Riwaayah, Diraayah
           Mereka adalah orang yang teliti selalu mempertimbangkan baik dan buruk.
                       
2.6 Ciri Khas Ahlussunnah wal Jama’ah
Pertama
Aqidah Salafush Shalih adalah satu satunya cara untuk  perselisihan dan timbulnya golongan-golongan yang menyatukan barisan kaum muslimin pada umumnya ulama serta para juru dakwah pada khususnya. Sebab aqidah yang benar itu merupakan wahyu ALLAH dan petunjuk Nabi, serta jalan yang ditempuh oleh generasi utama yaitu para sahabat yang mulia. Perkumpulan apapun yang berlandaskan kepada selain Aqidah yang benar ini pasti akan berakhir dengan perpecahan dan pertentangan diantara kaum muslim sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Kedua
      Aqidah Salafush Shalih menyatukan dan menguatkan barisan kaum muslim serta memperlakukan persatuan mereka diatas kebenaran, karena Aqidah tersebut sebagai respon terhadap firman-Nya
Dalil Ali Imron 103

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Jadi, penyatuan sumber rujukan mereka dalam aqidah penegakan dalil adalah salah satu factor penting untuk mempersatukan umat islam sebagaiman telah terealisasi pada generasi pertama.



Ketiga
      Aqidah Salafush Shalis menghubungkan seorang muslim secara langsung dengan ALLAH dan Rasul, karena sumber akidah salaf adalah firman ALLAH dan sabda Rasulnya dan bersih dari pengaruh luar. Jadi, Ahlussunnah wal jama’ah adalah Al-Qur’an dan As Sunnah.
Keempat
      Aqidah Salafush shalih mudah, praktis, dan jelas tidak ada kesamaran dan kesukaran didalamnya dan tidak bertele-tele. Orang yang beraqidah semacam ini akan tenang jiwanya. Seperti pada firman ALLAH yang disebutkan pada surat Al-Hujarat:15

$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ  
15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.


Kelima
      Aqidah Salafush Shalih merupakan factor yang paling agung untuk dapat mendekatkan diri kepada ALLAH dan mendapat keridhan-Nya(Al-Atsari.2006:64-65).





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
  • Ahlussunnah wal Jama’ah adalah golongan Rasulullah yang sudah dijanjikan akan masuk surga, karena golongan ini berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Golongan ini tidak termasuk pada golongan bid’ah dan golongan yang mengikuti hawa nafsunya seperti Syiah, Mu’tajillah, Murji’ah, Khawarij, Jahmiyah, dan Qadariyah.
  • Prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah:
1.      Mempercayai rukun Iman
2.      Iman dilandasi dengan perkataan, perbuatan, dan keyakinan
3.      Golongan ini tidak mengkafirkan seorang muslim kecuali orang itu bertindak membatalkan keislamannya
4.      Wajib ta’at kepada pemimipin kaum muslim, kecuali pemimipin tersebut menyuruh berbuat maksiat
5.      Haramnya memberontak kepada pemimipin kaum muslim yang berbuat hal yang menyimpang selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur
6.      Bersihnya hati dan mulut mereka terhadap sahabat Rasulullah SAW
7.      Mencintai Ahlul Bait
8.      Membenarkan adanya karamah wali
9.      Dalam berdalil selalu mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah
·         Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah akidah yang mudah, jelas serta tidak ada kemiringan, kerancauan, dan kebengkokan didalamnya. Aqidah Ahlussunnah wal  Jama’ah sudah ada sebelum golongan bid’ah dan golongan-golongan yang lain.
·         Sifat yang khas dan krakteritis Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka golongan yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah






DAFTAR PUSTAKA

Al fauzan, Shaleh. 2010. Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlisunnah Wal Jamaah. (Online). (www.Islamhouse.com). Diakses Tanggal 23 Oktober 2010
Abd Karim, Nashir. 2010. Studi Kritis Tentang Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Sika Pergerakan Islam Modern Terhadapnya. (Online). (http://abufahmiabdullah. wordpress.com/). Diakses Tanggal 23 Oktober 2010
Al-Atsari, Abdullah bin Abdul Hamid. 2006. Intiosari aqidah Ahlusssunnah wal jama’ah. Pustaka Imam Syafi’i: Jakarta
Hanafi.A. 1995. THEOLOGI ISLAM edisi keenam. Jakarta : PT. Al Husna Zikra
Hanafi.A. 2003. TEOLOGI ISLAM edisi kedelapan. Jakarta : PT. Pustaka Al Husna Baru
Nasution, Harun. 2008. ALIRAN-ALIRAN SEJARAH ANALISA PERBANDINGAN. Jakarta : UI-Press

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons